Khusyu’ dari segi bahasa memiliki arti khudu’ (patuh0, dan berasal dari kata khasya’a-yakhsya’u untuk menggambarkan kerendahan dan ketaatan. Yang dimaksud dengan khusyu’ adalah khusyu’ secara hati maupun jasad, seperti yang terdapat dalam doa Nabi Muhammad Saw, “Aku berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak khusyu’”, dan hadits Ali bin Abi Thalib ketiak beliau menjelaskan sifat shalat Nabi, “Telah khusyu’ kepada-Mu pendengaranku, penglihatanku, pikiranku, tulangku, emosiku, dan semua anggota tubuhku kepada Allah Tuhan Semesta Alam.”
Akan tetapi hati adalah merupakan faktor utama khusyu’, kemudian setelah itu diikuti dengan jasad, jika hati telah khusyu’ maka jasad akan menjadi khusyu’. Orang yang hatinya tidak khusyu’ meskipun semua anggota tubuhnya tidak bergerak,kekhusyu’annya bukan merupakan kekhusyu’an hakiki.
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata, “kekhusyu’an – yang hakiki – adalah kekhusyu’an hati.” Senada dengan Ali bin Abi Thalib, Ibrahim al-Nakha’I salah seorang tabi’in. berkata al-Hasan al-Basri: “kekhusyu’an mereka terdapat pada hati-hati mereka, sehingga mereka menjaga pandangan mereka dan bersikap tawadhu.
kekhusyu’an muncul dari rasa takut dan mengenal Allah. Oleh karena itu, khusyu’ kadang-kadang diungkapkan dengan kata “takut”, karena takut merupakan sebab khusyu’.
Al-‘Allamah al-Sa’di dalam “Khulashatu al-Tafsir mengatakan bahwa: “Khauf (takut, kasyah (khawatir/takut), khudu’ (tunduk), ikhbaat (merendahkan diri), al-wajl (takut) memiliki arti yang berdekatan: khauf (takut) mencegah seorang hamba untuk melakukan sesuatu yang diharamkan Allah. Kemudian sama halnya dengan khasyah (khawatir), hanya saja dalam kasyah, ketakutan tersebut di perkuat dengan makrifat kepada Allah. Adapun khudu’, ikhbaat dan al-wajl semua itu muncul dari rasa takut kepada Allah. Sehingga seorang hamba menjadi taat, merasa rendah di hadapan Tuhannya dam dengan hatinya berserah diri kepada-Nya sehingga muncullah perasaan takut.”
Adapaun khusyu’ adalah: kehadiran hati di saat hati diliputi oleh ketaatan kepada Allah dibarengi dengan tenangnya hati, baik zhahir maupun bathin. Dan ini merupakan kekhusyu’an yang sifatnya khusus (dalam keadaan tertentu). Adapun kekhusyu’an yang kontinyu yang biasanya hanya dimiliki oleh orang-orang mukmin tertentu kekhusyu’an semacam ini muncul karena kesempurnaan makrifat seorang hamba kepada Tuhannya, sehingga ia merasa bahwa semua gerak-geriknya di bawah pengawasan Allah. Sehingga perasaan seperti itu memenuhi hatinya, di samping itu hatinya akan dipenuhi dengan perasaan cinta. Itulah khusyu’ yang sifatnya umum seperti yang Allah SWT firmankan ketika menjelaskan orang-orang mukmin dalam surat al-Ahzab ayat 35: “laki-laki dan perempuan yang khusyu’.”
Begitu juga ketika Allah menjelaskan tentang sifat para nabi dalam surat al-Anbiya ayat 90: “Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada kami.”
Khusyu’ mencakup semua kondisi ahlul iman (orang yang memegang teguh keimanan) karena mereka selalu taat dan tunduk dalam semua keadaan orang khusyu’ dalam segala keadaan maka ia akan khusyu’ dalam shalat dan ibadahnya. Orang yang khusyu’ dalam shalat dan ibadahnya, maka kekhusyu’an ini akan memiliki dampak terhadap hal-hal yang lain. Hal tersebut dikarenakan, setiap kali perasaan khusyu’ dalam ibadah bertambah maka akan semakin memiliki pengaruh terhadap keadaan orang yang khusyu’ tersebut.
0 comments :
Post a Comment