Secara istilah mereka bukanlah termasuk orang-orang mendapat bagian waris tertentu yang telah ditetapkan Al-Qur’an dan Hadits (ash-habul furud), dan juga tidak termasuk pada golongan an ashabah.
Beberapa pendapat ulama mengenai masalah kewarisan dzawil arham antara lain :
- Golongan pertama, orang yang menjadi keturunan si mati melalui jalur keturunan ke bawah, mereka itu adalah :
- Cucu dari anak perempuan dan terus ke bawah, baik laki-laki atau perempuan.
- Cicit dari cucu perempuan dari anak laki-laki dan terus ke bawah, baik laki-laki atau perempuan.
- Golongan kedua, orang yang menjadi asal keturunan si mati (jalur keturunan ke atas). Mereka adalah :
- Kakek yang tidak shahih (tidak langsung) terus ke atas, seperti ayahnya ibu dan kakeknya ibu.
- Nenek yang tidak shahih (tidak langsung) terus ke atas, seperti ibu dari ayahnya ibu dan ibu dari ibunya ayah.
- Golongan ketiga, orang yang dinasabkan kepada kedua orang tua si mati (kerabat jalur samping). Mereka adalah :
- Anak-anak dari saudara perempuan sekandung/seayah/seibu, baik laki-laki atau perempuan.
- Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki sekandung/seayah/seibu dan anak-anak keturunan mereka terus ke bawah.
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu, dan semua keturunannya seperti : cucu laki-laki dari anak laki-laki saudara seibu, atau cucu perempuan dari anak laki-laki saudara seibu.
- Golongan keempat, orang yang dinasabkan kepada kedua kakek atau kedua nenek orang yang mati, baik dari jihat ayah atau jihat ibu. Mereka adalah :
- Semua bibi dari pihak ayah orang yang mati (bibi sekandung/seayah/seibu), juga paman-paman dari pihak ibu si mayat, juga bibi dari pihak ibu si mayat dan semikian pula paman-pamannya ibu.
- Anak-anak bibi dari pihak ibu, dan anak-anak paman dari pihak ibu, dan anak-anak paman ibu dari pihak bapaknya ibu, terus ke bawah.
- Bibi ayah si mati dari pihak ayahnya, baik sekandung/seayah/seibu, paman-pamannya ibu dari bapaknya ibu, dan bibi-binya ibu dari bapaknya ibu, juga khal dari ibu dan khalah dari ibu, baik sekandung/seayah.
- Anak-anak dari golongan tersebut (no. 3) dan terus ke bawah, seperti anak laki-laki dari bibinya ayah dan anak perempuan dari bibinya ayah, dan seterusnya.
- Paman kakek mayit dari pihak ibu, paman nenek mayit dari pihak bapak, paman-paman dan bibi-bibi nenek dari pihak ibu dan bibinya kakek atau nenek dari pihak ibu.
- Anak-anak mereka (no. 5) terus ke bawah.
Cara-cara kewarisan dzawil arham ini, rinciannya dianalogikan kepada jihat ashabah, yaitu:
Mereka yang pertama kali memperoleh bagian adalah anak turunan (jihat bunuwah). Jika jihat ini tidak ada maka digantikan oleh orang tua si mati terus ke atas (jihat ubuwah). Bila tidak ada maka digantikan oleh jihat ukhuwah. Bila juga tidak ada barulah keturuna bibi dari ayah dan paman dari ibu (jihat umumah dan jhat khalah). Dan bila tidak ada maka baru kemudian anak-anak mereka dan orang-orang yang statusnya menggantikan mereka, seperti anak perempuan dari paman sekandung/seayah.
Beberapa syarat kewarisan dzawil arham :
- Harus tidak ada ashabul furud. Karena jika ada ashabul furud, maka ia mengambil bagiannya sebagai ashabul furud dan sisanya diambil dengan jalan rad.
- Harus tidak ada orang yang mendapatkan bagian ashabah. Tetapi, bila ahli warisnya itu hanya salah seorang suami atau isteri, maka salah satu dari keduanya mengambil bagiannya sebagai ashabul furud. Sedangkan sisanya diserahkan kepada dzawil arham, karena rad kepada salah seorang suami/isteri dilaksanakan setelah kewarisan dzawil arham.
Wassalam...
0 comments :
Post a Comment